Indonesia justru membutuhkan kelonggaran atas transaksi keuangan agar dapat mendukung perbankan nasional lebih mengucurkan kredit.
"Di Indonesia, kami mengkhawatirkan financial transaction tax (pajak atas transaksi keuangan) itu akan membuat sistem keuangan kita yang sedang menjalankan fungsi intermediasi, terganggu," ujar Menteri Keuangan Agus Martowardojo di Jakarta, Senin (17/10/2011).
Menurut Agus, fungsi intermediasi perbankan sebagai penyalur kredit harus dijaga sehingga tidak perlu mendapatkan beban tambahan berupa pajak.
"Pasalnya, kita kan juga sudah ada LPS (Lembaga Penjamin Simpanan). LPS juga meminta persentase premi yang harus dibayar oleh perbankan," tuturnya.
Sebelumnya, para penentu kebijakan di Uni Eropa mengusulkan pajak atas transaksi keuangan. Pengenaan pajak ini diperkirakan akan memberikan kontribusi pada penerimaan Uni Eropa dan negara-negara anggotanya sebesar 57 miliar euro per tahun.
Namun, usul ini mendapatkan tantangan dari kalangan perbankan yang menyebutnya sebagai langkah tidak masuk akal dan akan memperlambat pertumbuhan ekonomi sekitar 1,76 persen dalam jangka panjang.
Para eksekutif Komisi Uni Eropa berharap, langkah mereka itu akan ditiru seluruh dunia. Pajak ini diharapkan mulai berlaku untuk setiap transaksi keuangan pada Januari 2014.
"Di Eropa akan dicoba untuk menetapkan financial transaction tax untuk transaksi pembelian saham, obligasi, dan derivatif. Itu akan dikenai pajak. Akan tetapi, tentu ada negara-negara lain yang belum sependapat. Itu masih dalam pembicaraan," tutur Agus.
Nara sumber : Berita harian kompas
Tidak ada komentar:
Posting Komentar